Rabu, 17 Juli 2013

Sindrom Sjogren


a)      Definisi
Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan lakrimalis.
b)      Etiologi
Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ. Kaitan antara HLA dan Sindrom Sjogren didapatkan hanya pada pasien yang meliputi antibodi anti SS-A dan atau anti SS-B. Diperkirakan terdapat peranan infeksi virus (Epstein-Barr, Coxsackle, HIV dan HCV ) pada patogenesis Sindrom Sjogren.
c)       Imunopatologi
Gambaran histopatologi pada kelenjer lakrimalis dan saliva adalah periductal focal lymphocytic infiltration. Limfosit yang paling awal mengilfiltrasi kelenjer saliva adalah sel T terutama CD45RO dan sel B CD20+. Pada Sindrom Sjogren ini juga didapatkan peningkatan B cell Activating Factor (BAFF), yang merangsang pematangan sel B. Kadar plasma BAFF pada pasien Sindrom Sjogren berkorelasi dengan autoantibodi disirkulasi dan pada jangka panjang mungkin berperanan pada terjadinya limfoma. Pada sebagian besar pasien Sindrom Sjogren terjadi peningkatan imunoglobulin dan autoantibodi.
Autoantibodi ini ada yang nonspesifik seperti Faktor Reumatik, ANA dan yang spesifik Sindrom Sjogren seperti anti Ro (SS-A) dan anti LA (SS-B). Peran anti Ro dan anti–La pada patogenesis Sindrom Sjogren masih belum jelas. Tetapi pada wanita hamil bisa menyebabkan komplikasi, dimana setelah kehamilan 20 minggu antibodi ini bisa menembus plasenta dan mengakibatkan inflamasi pada sistim konduksi jantung janin sehingga menyebabkan 1%-2 % congenital heart block. Suatu penelitian di Norway mendapatkan dari 58 pasien Sindrom Sjogren yang hamil, 2 orang anaknya mengalami congenital heart block.

d)      Patofisiologi
Reaksi imunologi yang mendasari patofisiologi Sindrom Sjogren tidak hanya sistim imun selular tetapi juga sistim imun humoral. Bukti keterlibatan sistim humoral ini dapat dilihat adanya hipergammaglobulin dan terbentuknya autoantibodi yang berada dalam sirkulasi.

Gambaran histopatologi yang dijumpai pada SS adalah kelenjer eksokrin yang dipenuhi dengan infiltrasi dominan limfosit T dan B terutama daerah sekitar kelenjer dan atau duktus, gambaran histopatologi ini dapat ditemui dikelenjer saliva, lakrimalis serta kelenjer eksokrin yang lainnya misalnya kulit, saluran nafas, saluran cerna dan vagina.
Fenotip limfosit T yang mendominasi adalah sel T CD 4 +. Sel-sel ini memproduksi berbagai interleukin antara lain IL-2, IL-4, IL-6, IL1 A dan TNF alfa sitokin-sitokin ini merubah sel epitel dan mempresentasikan protein, merangsang apoptosis sel epitel kelenjer melalui regulasi fas. Sel B selain mengfiltrasi pada kelenjer, sel ini juga memproduksi imunoglobulin dan autoantibodi. Adanya infiltrasi limfosit yang menganti sel epitel kelenjer eksokrin, menyebabkan penurunan fungsi kelenjer yang menimbulkan gejala klinik. Pada kelenjar saliva dan mata menimbulkan keluhan mulut dan mata kering. Peradangan pada kelenjer eksokrin pada pemeriksaan klinik sering dijumpai pembesaran kelenjer.
e)       Manifestasi Klinis
Gambaran klinik Sindrom Sjogren sangat luas berupa suatu eksokrinopati yang disertai gejala sistemik dan ektraglandular.  Meskipun Sindrom Sjogren tergolong penyakit autoimun yang jinak, sindrom ini bisa berkembang menjadi suatu malignansi. Hai ini diduga adanya transformasi sel B kearahan keganasan.
·        Mata
Kelainan mata akibat Sindrom Sjogren adalah KeratoConjungtivitis Sicca (KCS). KCS terjadi akibat penurunan produksi kelenjer air mata dalam jangka panjang dan perubahan kualitas air mata. Gejala klinis berupa rasa seperti ada benda asing dimata, rasa panas seperti terbakar dan sakit dimata, tidak ada air mata, mata merah dan fotofobia. Beberapa pasien KCS ada yang asimtomatik.
·        Mulut
Pada awal penyakit gejala yang paling sering adalah mulut kering (xerostomia). Keluhan lain adalah kesulitan mengunyah dan menelan makanan, kesulitan mengunakan gigi bawah serta mulut rasa panas. Tetapi beberapa pasien ada yang tanpa gejala.
·        Pembesaran Kelenjer Paratiroid
Sekitar 20-30 % pasien Sindrom Sjogren Primer mengalami pembesaran kelenjer parotis atau submandibula yang tidak nyeri. Pembesaran kelenjer ini bisa mengalami tranformasi menjadi limfoma Suatu penelitian mendapatkan 98 orang dari 2311 pasien Sindrom Sjogren (4%) berkembang menjadi limfoma, sementara Ioannidis mendapatkan 38 pasien berkembang menjadi limfoma pada 4384 pasien Sindrom Sjogren.
·        Organ Lain
Kekeringan bisa terjadi pada saluran nafas serta orofaring yang sering menimbulkan suara parau, bronkitis berulang, serta pneumonitis. Gejala lain yang mungkin dijumpai adalah menurunnya produksi kelenjer pankreas. Kekeringan juga juga bisa terjadi pada vagina, suatu penelitian pada 169 pasien Sindrom Sjogren, 26 % pasien juga mempunyai keluhan vagina kering.
·        Manifestasi Ektraglandular
Banyak sekali manifestasi ektraglandular pada Sindrom Sjogren yaitu artritis atau artralgia (25%-85%), fenomena raynaud (13%-62%), tiroiditis autoimun Hashimoto (10%-24%), renal tubular asidosis (5%-33%), sirosis bilier primer dan hepatitis autoimun (2%-4%), penyakit paru (7%-35%) seperti batuk kronik, fibrosis paru, alveolitis dan vaskulitis (9%-32%). Resiko terjadinya limfoma meningkat pada pasien SS.
·        Manifestasi Kulit
Manifestasi kulit merupakan gejala ektraglandular yang paling sering dijumpai, dengan gambaran klinik yang luas. Kulit kering dan gambaran vaskulitis merupakan keluhan yang sering dijumpai. Manifestasi vaskulitis pada kulit bisa mengenai pembuluh darah sedang maupun kecil. Vaskulitis pembuluh darah sedang biasanya terkait dengan krioglobulin dan vaskulitis pada pembuluh darah kecil berupa purpura. Dikatakan bahwa vaskulitis dikulit merupakan petanda prognosis buruk.
·        Manifestasi Paru
Manifestasi paru yang paling menonjol yaitu gambaran penyakit bronkial dan bronkiolar dan saluran nafas kecil. Penyakit paru Intertisial lebih sering dijumpai pada Sindrom Sjogren Primer dengan gambaran patologi infiltrasi limfosit pada intersisial atau fibrosis yang berat. Adanya pembesaran kelenjer limfe yang parahiler yang sering menyerupai suatu limfoma (pseudolimfoma). Manifestasi paru pada Sindrom Sjogren Primer dan Sekunder memberikan gambaran yang berbeda. Pada Sindrom Sjogren Sekunder, manifestasi parunya disebabkan oleh primer penyakit yang mendasari.
·        Manifestasi Pembuluh Darah
Vaskulitis ditemukan sekitar 5 % dapat mengenai pembuluh darah sedang maupun kecil dengan manifestasi klinik berbentuk purpura, urtikaria yang berulang, ulkus kulit dan mononeuritis multipel. Vaskulitis pada organ internal jarang ditemukan. Raynaunds fenomena dijumpai pada 35 % kasus dan biasanya muncul setelah sindrom sicca terjadi sudah bertahun-tahun, tanpa disertai teleektasis dan ulserasi.
·        Manifestasi Pada Ginjal
Keterlibatan ginjal hanya ditemukan sekitar 10 %. Manifestasi yang tersering berupa kelainan tubulus dengan gejala subklinis. Gambaran kliniknya dapat berupa hipophospaturia, hipokalemia, hiperkloremia, renal tubular asidosis tipe distal. Yang sering dijumpai diklinik gambarannya tidak jelas dan seringkali menimbulkan komplikasi batu kalsium dan gangguan fungsi ginjal. Gejala hipokalemia seringkali dijumpai diklinik dengan manifestasi kelemahan otot. Pada biopsi ginjal didapatkan infiltrasi limfosit pada jaringan intersisial.
·        Manifestasi Neuromuskular
Manifestasi neurologi yaitu diakibatkan vaskulitis pada sistim syaraf dengan manifestasi klinik neuropati perifer. Kranial neuropati juga dapat dijumpai pada Sindrom Sjogren, biasanya mengenai serat saraf tunggal, misalnya neuropati trigeminal atau neuropati optik, neuropati sensorik merupakan komplikasi neurologi yang sering. Kelainan muskular hanya berupa mialgia dengan enzim otot dalam batas normal.
·        Gambaran Gastro Intestinal
Keluhan yang sering dijumpai adalah disfagia, karena kekeringan daerah kerongkongan, mulut dan esofagus, disamping itu faktor dismotilitas esofagus akan menambah kesulitan proses menelan. Mual dan nyeri perut daerah epigastrik juga sering dijumpai. Biopsi mukosa lambung menunjukan gastritis kronik atropik yang secara histopatologi didapatkan infiltrasi limfosit. Gambaran ini persis seperti yang didapatkan pada kelenjer liur. Hepatomegali, peningkatan alkali fosfatase, sirosis bilier primer lebih sering pada tipe primer.
·        Artritis
Lima puluh persen gejala artritis pada Sindrom Sjogren, artritisnya mungkin muncul lebih awal sebelum gejala sindrom sicca muncul. Artritis pada Sindrom Sjogren tidak erosif. Artralgia, kaku sendi, sinovitis, poliartitis kronis gejala lain yang mungkin dijumpai.

f)        Diagnosis

Tes Laboratorium
Pada pasien Sindrom Sjogren sering didapatkan peningkatan immunoglobulin serum poliklonal dan sejumlah auto antibodi yang sesuai dengan aktifitas kronik sel B. Laju endap darah meningkat sesuai dengan peningkatan globulin gama. Suatu penelitian multisenter dari 400 pasien Sindrom sjogren berdasarkan kriteria The European Community Preliminary Criteria tahun 1993 didapatkan Anti Ro 40 % dan anti- La pada 26 %, ANA pada 74 % dan faktor rematoid pada 38 % pasien Sindrom Sjogren. Kelainan hematologi yang bisa didapatkan pada Sindrom Sjogren adalah anemia 20 %, lekopenia 16% dan trombositopenia 13 %.1.3 hipergammaglobulin ditemukan hampir pada 80 % pasien.
Suatu penelitian di London yang mengevaluasi 34 pasien dengan keluhan mata dan mulut kering tapi tidak termasuk Sindrom Sjogren dikenal dengan Dry Eyes and Mouth Syndrome (DEMS) pada pemeriksaan anti Ro dan anti La semuanya negatif walaupun ANA positif (19 %).
Tes Schimers
Tes ini digunaka untuk mengevaluasi produksi kelenjer air mata. Tes dilakukan dengan menggunakan kertas filter dengan panjang 30 mm, caranya kertas ditaruh dikelopak mata bagian bawah dibiarkan selama 5 menit. Setelah 5 menit kemudian dilihat berapa panjang pembasahan air mata pada kertas filter, bila pembasahan kurang dari 5 mm dalam 5 menit maka tes positif.
Suatu penelitian di Spanyol yang menggunakan Pilokarpin 5 mg sublingual pada 60 pasien Sindrom sjogren primer, 46 pasien yang rendah produksi salivanya, 22 orang diantaranya terdapat peningkatan produksi saliva setelah menggunakan 5 mg Pilokarpin.


Rose Bengal Staining
Keratokonjungtivitis merupakan sequele pada kornea dan konjungtiva karena menurunnya air mata. Dengan pengecatan Rose bengal yang menggunakan anilin, yang dapat mewarnai epitel kornea maupun konjungtiva. Dengan pengecatan ini keratokonjungtivitis sicca tampak sebagai keratitis puntata, bila dilihat dengan slit lamp. Tear film break up : tes ini dilakukan untuk melihat kecepatan pengisian flouresin pada kertas film.
Sialometri
Sialometri adalah pengukuran kecepatan produksi kelenjer liur tanpa adanya rangsangan, baik untuk mengukur kelenjer parotis, submandibula, sublingual ataupun total produksi kelenjer liur. Pada Sindrom Sjogren menunjukan penurunan kecepatan sekresi. Suatu penelitian di Spanyol untuk memeriksa fungsi kelenjer ludah pasien Sindrom Sjogren dengan menggunakan pilokarpin 5 mg sublingual apakah terjadi peningkatan produksi kelenjer saliva setelah pemberian pilokarpin 5 mg, dari 60 pasien pSS diukur Basal Saliva Flow (BSF) pada semua pasien dimana BSF < 1,5 ml/15 menit berarti abnormal. Dari 60 pasien terdapat 46 pasien dengan BSF < 1,5 ml , kemudian diberi pilokarpin 5 mg (SSF = Stimulated salivary Flow ). Hasil didapatkan setelah pemberian pilokarpin terdapat peningkatan produksi saliva.
Sialografi
Pemeriksaan secara radiologi untuk menetapkan kelainan anatomi pada saluran kelenjer eksokrin. Pada pemeriksaan ini tampak gambaran teleektasis.
Skintigafi
Untuk mengevaluasi kelenjer dengan mengunakan 99m Tc, dengan pemeriksaan ini dilihat ambilan 99m Tc dimulut selama 60 menit setelah injeksi intravena.
Biopsi
Biopsi kelenjer eksokrin minor memberikan gambaran yang sangat spesifik yaitu tampak gambaran infiltrasi limfosit yang dominan. Biopsi kelenjer saliva minor merupakan gold standar untuk diagnosis Sindrom Sjogren.
g)      Penatalaksanaan
Tatalaksana Sindrom Sjogren meliputi tatalaksana akibat disfungsi sekresi kelenjer dimata dan mulut dan manifestasi ektraglandular. Prinsipnya hanyalah simtomatis mengantikan fungsi kelenjer eksokrin dengan memberikan lubrikasi.

·        Mata
Pengobatan untuk mata meliputi penggunaan air mata buatan bebas pengawet untuk siang hari dan salep mata untuk malam hari. Lubrikasi pada mata kering dengan tetes mata buatan membantu mengurangi gejala akibat sindrom mata kering. Untuk mengurangi efek samping sumbatan drainase air mata pengganti bisa diberikan lensa kontak, tetapi resiko infeksi sangat besar. Ada dua jenis sekretagogum yang beredar di pasaran yaitu golongan pilokarpin dan cevimelin. Dosis pilokarpin 5 mg 4 kali sehari selama 12 minggu sedangkan cevimelin 3 x 30 mg diberikan 3 kali sehari.
·        Mulut
Pada umumnya terapi ditujukan pada perawatan gigi, kebersihan mulut, merangsang kelenjer liur, memberi sintetik air liur. Pada kasus ringan digunakan sugar-free lozenges, cevimeline atau pilokarpin. Pengobatan kandidiasis mulut pada kasus yang masih ada produksi saliva dapat digunakan anti jamur sistemik seperti flukonazol, sedang pada kasus yang tidak ada produksi saliva digunakan anti jamur topikal.
·        Ektraglandular
OAINS digunakan bila ada gejala muskuloskeletal, hidroksi klorokuin digunakan untuk atralgia, mialgia hipergammaglobulin. Kortikosteroid sistemik 0,5-1 mg/kgBB/hari dan imunosupresan antara lain siklofosfamid digunakan untuk mengontrol gejala ekstraglandular misalnya difus intersisial lung disease, glomerulonefritis, vaskulitis.

obat yang digunakan untuk terapi sindrom sjogren
1.        Muskarinik agonis (Pilokarpin dan Cevimelin) digunakan untuk terapi sicca symptoms karena merangsang reseptor M1 dan M3 pada kelenjer ludah sehingga meningkatkan fungsi sekresi.. Suatu penelitian pasien Sindrom Sjogren yang diterapi dengan Pilokarpin 4 x 5 mg selama 12 minggu terdapat perbaikan keluhan.Pilokarpin dapat meningkatkan produksi kelenjer saliva dan mata. Efek samping pilokarpin berupa keringat yang berlebih, diare, rasa panas dikulit terutama disekitar wajah dan leher, nyeri otot, ingusan dan gangguan penglihatan.
2.      Agen Biologik
Suatu penelitian oleh steinfeld pada 16 pasien sindrom sjogren primer yang diterapi dengan infus Infliximab 3mg/kg pada minggu 0, minggu2, minggu6, terdapat perbaikan keluhan. Penggunaan Rituximab infus 375 mg/m2 dengan prednison 25 mg i.v pada 8 pasien sindrom sjogren primer selama 12 minggu dapat mengurangi keluhan mata dan mulut kering.
3.      Terapi lain
Penelitian Miyawaki 20 pasien Sindrom Sjogren diterapi dengan prednisolon secara siknifikan menurunkan serum IgG, anti-Ro/SS. Hidroksiklorokuin yang digunakan untuk terapi malaria juga digunakan untuk penyakit autoimun dan dari penelitian pada 14 pasien Sindrom sjogren primer dapat meningkatkan produksi kelenjer ludah setelah diterapi selama 6 bulan. Sedangkan penelitian lain yang mengunakan Hidroksiklorokuin dengan dosis 400 mg /hari selama 12 bulan pada 19 pasien Sindrom Sjogren tidak terdapat perbaikan keluhan.

h)      Prognosis
Prognosis pada pasien Sindrom Sjogren tidak banyak yang meneliti, walaupun Sindrom Sjogren bukan merupakan penyakit yang ganas namun perkembangannya dapat terjadi vaskulitis dan limfoma dan kedua hal tersebut dapat menyebabkan kematian pada pasien Sindrom Sjogren.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar