Rabu, 17 Juli 2013

Fibromyalgia


a)     Definisi Fibromyalgia
Fibromyalgia adalah kondisi yang disebabkan keluhan nyeri dan kaku pada bagian otot, tendon, dan sendi. Fibromyalgia juga dikarakterisasi dengan kondisi kurang istirahat, perasaan lelah saat bangun pagi, lelah, cemas, depresi, dan gangguan pencernaan.
b)     Etiologi
Penyebab dari fibromyalgia sendiri masih belum diketahui. Meskpun fibromyalgia merupakan penyakit yang mempengaruhi otot, nyeri pada jaringan tersebut tidak diikuti dengan peradangan pada jaringan dan tidak menyebabkan kerusakan dari jaringan, berbeda dengan arthritis atau peradangan lainnya.
Fibromialgia umumnya didominasi oleh wanita (sekitar 80%) yang berusia antara 35-55 tahun dengan penderita sekitar 2-4% dari jumlah total populasi. Jarang sekali fibromyalgia dialami oleh pria, anak-anak, dan orang tua. Penyakit ini dapat berdiri sendiri atau merupakan bagian dari penyakit lain seperti rheumatoid arthritis atau penyakit lupus sistemik.
c)       Gejala Fibromyalgia
Keluhan utama dari fibromialgia adalah nyeri. Nyeri tersebut disebabkan peningkatan sensitivitas terhadap rangsang nyeri yang diberikan dan ambang batas nyeri yang rendah. Rangsang nyeri minimal yang pada orang normal tidak menyebabkan nyeri, pada orang dengan fibromialgia dapat menyebabkan nyeri hebat yang dapat membuat gangguan aktivitas. Keluhan nyeri pada fibromialgia dapat dicetuskan oleh suara, perubahan cuaca, dan stres emosional.
Nyeri pada fibromialgia umumnya menyebar di beberapa titik tubuh, meliputi kedua belah sisi tubuh, dan umumnya terjadi pada daerah leher, bokong, bahu, lutut, lengan, punggung, dan dada. “Titik Nyeri” merupakan pusat nyeri dimana rasa nyeri dan spasme otot tersebut dapat menyebar ketika disentuh. Nyeri biasanya terjadi lebih dari 3 bulan, konstan, lokasi berpindah-pindah, dan terasa seperti terbakar.
Keluhan lelah muncul pada 90% pasien dengan fibromialgia. Lelah umumnya berhubungan dengan gangguan pola tidur. Gangguan emosional juga dapat terjadi  dengan gejala seperti kurang konsentrasi, pelupa, perubahan mood, mudah terganggu, depresi, dan cemas. Keluhan masing-masing orang dengan fibromialgia berbeda-beda baik frekuensi maupun lokasi. Umumnya seseorang akan memiliki 11 dari 18 Titik Nyeri tanpa ada pembengkakan atau peradangan di daerah tersebut.

dapat dicetuskan oleh suara, perubahan cuaca, dan stres emosional.
Nyeri pada fibromialgia umumnya menyebar di beberapa titik tubuh, meliputi kedua belah sisi tubuh, dan umumnya terjadi pada daerah leher, bokong, bahu, lutut, lengan, punggung, dan dada. “Titik Nyeri” merupakan pusat nyeri dimana rasa nyeri dan spasme otot tersebut dapat menyebar ketika disentuh. Nyeri biasanya terjadi lebih dari 3 bulan, konstan, lokasi berpindah-pindah, dan terasa seperti terbakar.
Keluhan lelah muncul pada 90% pasien dengan fibromialgia. Lelah umumnya berhubungan dengan gangguan pola tidur. Gangguan emosional juga dapat terjadi  dengan gejala seperti kurang konsentrasi, pelupa, perubahan mood, mudah terganggu, depresi, dan cemas. Keluhan masing-masing orang dengan fibromialgia berbeda-beda baik frekuensi maupun lokasi. Umumnya seseorang akan memiliki 11 dari 18 Titik Nyeri tanpa ada pembengkakan atau peradangan di daerah tersebut.


d)   Terapi
 Keluhan dan gejala dari fibromialgia yang berlainan antara masing-masing personal membuat terapi untuknya sangatlah individual. Penatalaksanaan fibromialgia sangat efektif dengan mengombinasikan antara edukasi pasien, mengurangi stress, olahraga teratur, dan obat.
Edukasi dalam hal ini adalah membantu pasien untuk mengerti mengenai penyakitnya dan cara beradaptasi dengannya. Mengurangi stress dapat dibantu dengan mencari solusi atas masalah yang dialami dan tidur yang cukup.
Berolahraga dapat berupa aerobik low-impact seperti berenang, bersepeda, dan jogging. Diet untuk fibromialgia disarankan untuk menghindari alkohol dan kafein sebelum tidur karena dapat berpengaruh dengan kurangnya waktu istirahat. Beberapa obat yang disarankan merupakan obat.

Terapi Farmakologi
Untuk mengobati nyeri, salisilat atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) lainnya dapat digunakan, namun hanya mengurangi sebagian gejala. Glukokortikoid memberikan manfaat yang kecil dan sebaiknya tidak diberikan. Opiat dan analgesik harus dihindari. Untuk nyeri, asetaminofen, tramadol, atau gabapentin (300-1200 mg/d dengan dosis yang dibagi) dapat bermanfaat.1 Tindakan lokal seperti pemanasan, pijatan, suntikan steroid atau lidokain, dan akupunktur hanya meredakan gejala sementara.
Untuk memperbaiki kualitas tidur, digunakan trisiklik seperti amitriptilin (10-50 mg), nortriptilin (10-75 mg), dan doksepin (10-25 mg) atau obat lain seperti siklobenzaprin (10-40 mg), 1-2 jam sebelum tidur. Pemberian obat tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki tahap 4 dari tidur pasien, sehingga terjadi perbaikan klinis. Pengobatan diberikan mulai dari dosis rendah, dan ditingkatkan bila perlu. Efek samping seperti konstipasi, mulut kering, peningkatan berat badan, dan kesulitan berpikir juga perlu dipertimbangkan. Selain obat di atas, trazodon atau zolpidem juga dapat memperbaiki kualitas tidur.
Depresi dan cemas dengan obat yang tepat atau konseling psikiatrik. Fluoksetin, sertralin, paroksetin,sitalopram, atau inhibitor reuptake serotonin lain dapat diberikan untuk mengatasi depresi. Tradozon dan venlafaksin bekerja sebagai antidepresan, sedangkan alprazolam dan lorazepam efektif untuk mengatasi kecemasan.

Osteoporosis


a)   Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang metabolik yang ditandai dengan pengurangan densitas tulang yang membuat tulang menjadi rapuh dan mudah fraktur. Osteoporosis dikenal sebagai silent disease karena gejala dan nyeri tidak muncul sampai terjadi fraktur. Tanpa usaha pencegahan atau pengobatan, Osteoporosis dapat berkembang/memburuk tanpa adanya rasa nyeri sampai patah tulang terjadi, terutama pada hip , vertebra, dan pergelangan tangan. Pada fraktur paggul masih ada pergerakan minimal dan kemudian pasien biasanya mulai bergantung pada suatu alat penyokong berdiri. Sedangkan pada fraktur vertebra menyebabkan pengurangan tinggi badan, postur bungkuk dan nyeri kronis.
b)   Insidensi dan Epidemiologi

-           44 juta penduduk Amerika menjalani pengobatan Osteoporosis dan 68%-nya adalah perempuan

-           Tahun 2007, penduduk Amerika, 10 juta orang telah mempunyai Osteoporosis dan 34 juta orang lainnya memiliki pengurangan densitas tulang

-           Satu dari dua perempuan , dan satu dalam empat pria berusia lebih dari 50 tahun, mempunyai Osteoporosis yang berhubungan dengan fraktur dalam kehidupannya.

c)      Faktor Risiko Ospeoposis
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah : jenis kelamin, umur, etnik, riwayat keluarga. Sedangkan Faktor risiko yang dapat dirubah : hormon sex, asupan kalsium dan vitamni D, gaya hidup, merokok.
d)   Klasifikasi Osteoporosis
Osteoporosis dapat dibagi dalam 2 golongan besar menurut penyebabnya yaitu disebut primer, bila penyebabnya tidak diketahui, dan sekunder bila Osteoporosis itu diakibatkan oleh berbagai kondisi klinik. Osteoporosis primer terutama terjadi pada wanita pasca-menopause dan wanita usia lanjut yang dikenal sebagai tipe 1 yaitu postmenopausal Osteoporosis dan tipe 2 yaitu senile Osteoporosis. Perbedaan di antara keduanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tipe I
Tipe II
Umur (tahun)
50-75
>70
Perempuan: laki-laki
6:1
2:1
Tipe kerusakan tulang
Terutama trabekular
Trabekular dan kortikal
Bone turn over
Tinggi
Rendah
Lokasi fraktur terbanyak
Vertebra, radius distal
Vertebra, kolum femoris
Fungsi hormon Parathyroid
Menurun
Meningkat
Efek Estrogen
Terutama skeletal
Terutama ekstraskeletal
Etiologi Utama
Defisiensi estrogen
Penuaan, defisiensi estrogen



Tabel 3. Perbedaan Osteoporosis Tipe I dan Tipe II
e)     Patogenesis Osteoporosis
Remodeling tulang Osteoporosis adalah sebagai akibat karena kehilangan densitas tulang oleh karena proses normal pertambahan usia pada perubahan remodeling tulang yang dipengaruhi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Perubahan ini dikarenakan rendahnya puncak massa tulang yang dicapai. Maka dari itu proses remodeling tulang adalah proses fundamental pada patofisiologi Osteoporosis.
Remodeling tulang diatur oleh sorkulasi hormon, diantaranya: estrogen, androgen, vitamin D dan Parathyroid Hormon, hormon lokal (Insulin Growth Factor (IGF) I dan II, Transforming Growth Factor (TGF) β, Parathyroid Hormone-Related Peptide  (PTHrP), Interleukin, Prostaglandin, Tumor Necrosis  Factor (TNF) dan Osteoprotegrin ligand.
Pengaruh lainnya berasal dari nutrisi (terutama asupan calcium) dan aktifitas fisik. Hasil akhir proses remodeling adalah tulang yang telah diresorpsi digantikan dengan sejumlah jaringan tulang baru. Kemudian massa skeleton tulang cenderung konstan sampai mencapai puncak massa tulang saat dewasa muda.  setelah usia 30-45tahun, proses remodeling dan formasi semakin tidak seimbang, yaitu proses remodeling melebihi formasi. Ketidakseimbangan ini bervariasi onsetnya pada setiap orang, dan dapat berbeda pula lokasi skeletal yang terkena.  Kehilangan massa tulang yang besar dapat dikarenakan aktivitas osteoclast dan atau karena penurunan aktivitas osteoblast.
Pada perempuan, adanya estrogen dan progesteron mengatur formasi tulang. Untuk perempuan, kehilangan densitas tulang terjadi lebih cepat dalam tahun pertama setelah menopause dan berlanjut sampai usia postmenopause. Osteporosis yang dialami pada perempuan juga dapat dialami para pria ketika perkembangan resorbsi tulang terjadi terlalu cepat dan penggantian formasi tulang yang terlalu lambat. Osteoporosis lebih sering terjadi jika seseorang tidak mencapai puncak densitas tulang selama massa pertumbuhan tulang terjadi.
Defisiensi estrogen memegang peranan penting pada pertumbuhan tulang dan proses penuaan. Penurunan estrogen memacu aktivitas remodeling tulang yang makin tidak seimbang karena osteoblas tidak dapat mengimbangi kerja osteoclast, akibatya densitas tulang akan menurun dan tulang menjadi porotik. Dengan meningkatnya aktivitas osteoclast menyebabkan terbentuknya Lakuna Howship yang dalam dan putusnya trabekula. Defisiensi estrogen juga menyebabkan meningkatnya osteoclasttogenesis. Faktor-faktor sistemik yang turut merangsang osteoclasttogenesis yaitu hormon Parathyroid dan 1,25 (OH)2 vitamin D.
f)      Diagnosis 
Pemeriksaan Penunjang
Pada Pasien Osteoporosis atau dicurigai Osteoporosis dianjurkan untuk melalukan pemeriksaan densitas tulang. Bone Mineral Density (BMD) tes adalah cara terbaik untuk memperkirakan kesehatan tulang. BMD tes dapat mengidentifikasi Osteoporosis, memperkirakan risiko terjadinya fraktur, dan mengukur respon terhadap terapi Osteoporosis. DXA tes atau X-ray dual energi adalah tes yang paling banyak dikenal dalam pemeriksaan BMD. Tidak nyeri, sedikit mirip seperti pemeriksaan x-ray tetapi lebih sedikit terekspos dengan sinar radiasi. Alat ini dapat mengukur densitas tulang pangguil dan vertebra. Tes densitas tulang dapat melakukan :
Ø Mendeteksi densitas tulang yang rendah sebelum terjadi fraktur
Ø Memastikan diagnosis Osteoporosis jika sudah terjadi satu atau beberapa fraktur
Ø Memprediksi terjadinya fraktur di kemudian hari
Ø Menentukan rata-rata kehilangan densitas tulang dan memonitor efek terapi.
Untuk mendiagnosis Osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosis Osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk: wanita yang memiliki risiko tinggi menderita Osteoporosis penderita yang diagnosisnya belum pasti penderita yang hasil pengobatan Osteoporosisnya harus dinilai secara akurat. Densitometer-USG. Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit Osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T. dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti Osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.
Klasifikasi Densitas Massa Tulang / DMT (menurut WHO) .
Ø   Normal                  : DMT antara  +1 dan –1 rata rata dewasa muda.
Ø   Osteopenia           : DMT antara –1 sampai –2,5.
Ø   Osteoporosis         : DMT  < – 2,5.
Ø   Osteoporosis berat : DMT < -2,5  disertai fraktur.



     Pemeriksaan Bikomiawi Tulang
Beberapa pemeriksaan tulang dapat dilakukan untuk pengukuran / perkiraan proses remodeling tulang. Biokimiawi marker dari metabolisme tulang yang digunakan dalam klinik, diantaranya :
Untuk  menilai formasi tulang
Ø Serum bone-specific alkaline phosphatase
Ø Serum osteocalcin
Ø Serum propeptide of type 1 procollagen
Untuk menilai proses resorpsi tulang
Ø Urine and serum cross-linked N-telopeptide
Ø Urine and serum cross-linked C-telopeptide
Ø Urine total free deoxypyridinoline
Ø Urine hydroxyproline
Ø Serum tartrate-resistant acid phosphatase
Ø Serum bone gycosides
Pemeriksaan Radiologis
1)         Vertebra :
Ø Vertebra plana: kompressi  Ant dan Post.
Ø Wedge verebra: kompressi –anterior.
Ø Deformitas bikonkaf: Fish mouth, kompresi central.
Ø Central end plate fraktur.
Ø Schmorl’s nodes: Herniasi discus, kompresi cart.end plate
2)       Pelvis dan femur :
Ø Densitas tulang menurun: fossa iliaka,atas aseta. Collum Femoris.
Ø Penipisan korteks: Iliac crest,pubis,iskhium,Ca-F.
Ø Perubahan Trabekula: proksimal femur.
Pemeriksaan Densiometri
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan risiko fraktur. Berbagai penelitian menunjukan peningkatan risiko fraktur pada densitas massa tulang  yang menurun progresif dan terus-menerus.
Densiometri tulang merupakan pemerilsaan yang akurat dan persis untuk menilai faktor prognosis, prediksi  fraktur bahkan diagnosis Osteoporosis. Berbagai metode digunakan untuk menilai densitas tulang adalah: Single-Photon Absorptiometry (SPA) dan Single X-Ray Absorptiometry (SPX) lengan bawah dan tumit; Dual-Photon Absorptiometry (DPA) dan Dual-Energy X-Ray Absorptiometry (DPX) Lumbal dan proksimal Femur; dan Quantitative Computed Tomography (QCT).
g)    Faktor risiko terkena fraktur Osteoporosis :

Faktor yang tidak dapat dirubah

Ø Riwayat jatuh saat usia muda

Ø Riwayat fraktur

Ø Umur tua

Ø Sex perempuan

Ø Ras kaukasian

Ø Dementia

 

Faktor risiko yang dapat dirubah

Ø Defisiensi estrogen

Ø Asupan calcium rendah

Ø Penyakit kronis yang mengubah affek mental dan fisik dan konsumsi obat-obatan, seperti sedativ dan antidepresan.

Ø Alkoholism

Ø Terjatuh

Ø Aktifitas fisik yang tidak adekuat

Ø Kesehatan yang buruk

Ø Kelainan mata / visus mata yang tidak dikoreksi

Tabel 4 . Faktor Resiko Fraktur []
h)    Pencegahan
Berbagai macam cara dilakukan dan diteliti untuk mencari cara pencegahan Osteoporosis, diantaranya:
1)                   Aktivitas fisik
Aktivitas fisik ringan pada pasien geriatri secara teratur selama 3 tahun dapat pula meningkatkan massa tulang, sedangkan latihan yang lebih berat selama 1 tahun tidak memberikan hasil yang bermakna. Mekanisme efek aktivitas fisik terhadap penambahan massa tulang belum diketahui. Orang yang mempunyai gaya hidup sedentary dianjurkan untuk melakukan latihan fisik teratur seperti berjalan kaki atau bersepeda. Latihan fisik yang lebih berat seperti lari cepat atau senam tidak dianjurkan untuk mencegah terjadinya cedera tendon dan otot.
2)    Diet
Banyak alasan yang dikemukakan mengapa wanita menopause sering disertai dengan keseimbangan calcium yang negatif. Di antaranya ialah menurunnya absorpsi calcium atau kegagalan hidroksilasi 1,25 dihidrokalsiferol (metabolit vitamin D) atau keduanya. Hal lain ialah asupan calcium yang tidak adekuat, sering terjadi akibat wanita tersebut takut gemuk atau diet yang bertujuan menurunkan kadar kolesterol untuk mencegah risiko penyakit kardiovaskuler sehingga tidak mau minum susu atau produk susu. Bila ada kesukaran untuk memberikan produk susu maka dianjurkan dalam bentuk tablet Calcium.
3)    Gaya hidup dan kebiasaan
Pengkonsumsi alcohol berat lebih besar kemungkinan kehilangan massa tulang dan menyebabkan fraktur, karena buruknya nutrisi dan meningkatnya risiko terjatuh.
Obat-obatan yang menyebabkan kehilangan massa tulang adalah : Pemakaian jangka panjang glukokortikoid (sering digunakan untuk arthritis, asthma, Crohn’s disease, lupus, dan penyakit paru-paru, ginjal dan hepar). Selain itu bisa karena obat antikonvulsan (misalnya: phenytoin (Dilantin) dan barbiturate), obat gonadotropin-releasing hormone (GnRH) (digunakan untuk mengobatai endometriosis), penggunaan jangka panjang antasida, obat anti kanker, pembertian tiroid hormone. Maka penting untuk dibicarakan pada penyakit tersebut untuk penanganan risiko  Osteoporosis.
Jika seseorang terkena osteoposis, maka penting baginya untk melakukan latihan olah raga. Aktivitas yang diambil harus hati-hati, dan harus dihindari dari kegiatan yang mempunyai risiko tinggi terjatuh (misalnya skating), kegiatan dengan tekanan tinggi (misalnya lompat-lompat), dan kegiatan yang mengharuskan lekukan-lekukan (misalnya golf). Berikut adalah panduan penting untuk kegitan yang aman demi pencegahan fraktur tulang apabila seseorang sudah terkena Osteoporosis :
i)       Penatalaksanaan
Obat-obatan
1)         Terapi pengganti estrogen (Estrogen replacement therapy) Karena defisiensi estrogen mempercepat hilangnya massa tulang pada wanita menopause maka terapi pengganti estrogen dapat mencegah terjadinya Osteoporosis dan komplikasinya, terutama fraktur spinal. Dalam berbagai penelitian ternyata didapatkan bahwa kadar calsitonin plasma meningkat pada wanita yang mendapat terapi estrogen. Jadi mungkin mekanisme kerjanya ialah estrogen menghambat resorpsi tulang melalui stimulasi calsitonin.
2)        Calcium dan Vitamin D. Asupan Calcium inadequate memicu terjadinya Osteoporosis. Makanan sumber calcium bisa didapat dari susu, keju, yogurt, sayuran hijau, sardines, salmon, daging, ayam, dst. Bila Asupan dari makanan kurang, dianjurkan untuk mengkonsumsi supplement calcium. Sedangkan Vitamin D, memainkan peranan penting dalam penyerapan Calcium dan dalam kesehatan tulang. Vitamin D tergantung dengan bantuan paparan sinar matahari. Bila perlu, berikan 400- 800 IU vitamin D per hari. Tidak dianjurkan mengkonsumsi dalam jumlah besar.

Rekomdasi Intake Calcium (mg/hari)

National Academy of Sciences (1997)
Usia
mg/day
Birth-6 months
210
6 months-1 year
270
1-3
500
4-8
800
9-13
1300
14-18
1300
19-30
1000
31-50
1000
51-70
1200
70 or older
1200
Pregnant or lactating
14-18
1300
19-50
1000


Tabel 5. Rekomedasi Asupan Calcium menurut National Academy of sciences
3)     Alternatif terapi pengganti estrogen
Pada keadaan estrogen tidak dapat diberikan, dapat diganti dengan etidronate 400 mg empat kali sehari selama 2 minggu, kemudian istirahat selama 13 minggu (dapat diberikan calcium), selanjutnya diulang lagi. Pilihan lain ialah dengan memberikan kalsitonin 50?100 MRC unit 3 kali per-minggu.
Manajemen Fraktur Osteoporosis
Pengobatan Osteoporosis meliputi managemen akut fraktur bersamaan dengan pengobatan penyakit yang mendasariya. Fraktur Collum femoris biasanya membutuhkan perbaikan secara pembedahan bila keadaan pasien memburuk lagi. Berg
antung pada lokasi dan beratnya fraktur, kondisi sendi yang berdekatan, dan status generalis pasien, dapat sampai dilakukan prosedur penanganan seperti: ORIF dengan pins dan plates, hemiarthroplasties total arthroplasties.
Prosedur bedah diikuti dengan rehabilitasi  intensif untuk mengembalikan pasien ke fungsinya seperti saat sebelum fraktur. Fraktur tulang panjang sering membutuhkan internal ataupun eksternal fiksasi. Fraktur lain, misalnya fraktur Vertebra, Costa, Pelvic, biasanya ditangani dengan terapi suportif saja, requiring tidak ada penanganan spesifik ortopedik.
Fraktur kompresi vertebra, 25-30%-nya menunjukan gejala nyeri punggung. Untuk penanganan simtomatik akut fraktur, diberikan analgetik, termasuk obat non-steroidal anti inflamatory dan atau acetaminofen, kadang-kadang ditambah dengan obat golongan narkotik (codeine / oxycodoone).
Beberapa penelitian, mendemonstrasikan bahwa Calcitonin dapat mengurangi nyeri yang berhbungan dengan akut fraktur kompresi Vertebra. Dalam perkembangag terakhir ini, tetapi masih dalam penelitian, diberikan injeksi percutaneus ke artificial cement (polymethylmethacarylate) ke Corpus vertebra (Vertebroplasty atau Kyphoplasty). Istirahat tirah baring dalam jangka pendek bisa untuk meredakan nyeri, teapi secara keseluruhan mobilisasi dini direkomendasikan karena sama hal nya dengan mencegah kehilangan densitas tulang yang berhubungang dengan immobilisasi. Disamping itu, dengan mengunakan soft-elastic-stly brace dapat memfasiitasi mobilisasi dini. Spasme otot kadang terjadi dengan fraktur kompresi kaut dan dapat diterapi dengan perelaksasi otot dan terapi penghangatan.